Perpustakaan Jangan Digabung Dengan Arsip
Penggabungan perpustakaan dengan bidang arsip di daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota, menjadi masalah tersendiri. Seharusnya, dua lembaga ini tidak digabung menjadi satu lembaga, atau satu gedung. Mengingat, dua lembaga ini memiliki bidang kerja dan fungsi yang berbeda.
Hal itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum Komisi X dengan para pakar perpustakaan, yaitu Bambang Supriyo Utomo, Agus Rusmana, dan Sudirwan Hamid. Rapat berlangsung di ruang rapat Komisi X, Gedung Nusantara I, Rabu (12/11).
Ditemui usai rapat, Wakil Ketua Komisi X Nuroji, yang sekaligus memimpin rapat, menyatakan masih banyak ditemukannya perpustakaan dan arsip yang berada dalam satu kelembagaan. Hal ini dikarenakan adanya persepsi dari kepala daerah yang menilai perpustakaan dan arsip merupakan bidang yang sama.
“Menurut para narasumber, bidang perpustakaan dan arsip itu bidang yang berbeda. Namun dalam prakteknya, secara kelembagaan, perpustakaan selalu disatukan dengan arsip. Padahal, arsip itu kan sifatnya pasif, artinya tidak dibaca lagi. Sementara, kalau perpustakaan itu aktif, selalu dibaca lagi. Itu fungsi yang berbeda. Ini karenakan persepsi yang berbeda dari kepala daerah itu,” jelas Nuroji.
Politisi Gerindra ini menambahkan, persepsi di kepala daerah ini harus dibenahi dulu, sehingga ada kemauan memisahkan perpustakaan dan arsip. Ironisnya lagi, dikhawatirkan pemerintah daerah kurang memahami fungsi perpustakaan, maupun fungsi arsip.
“Saya tidak tahu, kapan pemahaman seperti itu dimulai. Baiknya persepsi itu mesti di ubah, bahwa perpustakaan dan arsip itu berbeda. Mungkin dari kacamata kepala daerah, itu untuk efisiensi, sehingga dijadikan satu gedung. Padahal sangat jelas, fungsinya sangat berbeda,” tegas Politisi asal Dapil Jawa Barat VI ini.
Ketika ditanya apakah perlu dipertegas dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, Nuroji menguatkan hal itu. Ia menilai, PP mengenai kelembagaan masih sangat lemah, sehingga masih banyak ditemukan penggabungan kedua bidang itu.
Hal yang sama diutarakan oleh Tenaga Ahli Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Bambang Supriyo Utomo, selaku narasumber pakar. Ia menilai, penggabungan kedua lembaga ini tidak tepat. Namun ia tidak memungkiri, hal ini diakibatkan keterbatasan sumber daya manusia maupun anggaran.
“Hampir di semua pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota, perpustakaan masih digabung dengan arsip. Mungkin karena adanya UU Otonomi Daerah, karena keterbatasan pegawai maupun anggaran. Penggabungannya tidak tepat,” jelas Bambang.
Padahal, sudah ada landasan hukumnya, yaitu UU nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, yang kemudian diperkuat dengan PP 38 Tahun 2007. “Landasan hukumnya sudah cukup kuat. Sekarang tinggal bagaimana mengimplementasikan UU itu sendiri,” tambah Bambang.
Nuroji menyatakan, hasil RDPU ini akan dibawa ke RDP dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sehingga, seluruh Anggota Komisi X dapat memberi masukan terkait program-program kepada PNRI. (sf) foto: naefuroji/parle/iw